Perenungan Pagi ini: Teladan Semangat Kompetisi Kapitalisme

 Oleh: Sidik Pramono

Kapitalisme merupakan sistem ekonomi yang banyak digunakan oleh berbagai negara di dunia pada zaman kiwari. Sebagaimana yang tertulis dalam buku Lingkungan Hidup dan Kapitalisme, bahan bakar utama kapitalisme adalah akumulasi modal. Di samping itu, kapitalisme juga menghendaki persaingan sebab jika sebuah kapitalisme berhenti melakukan persaingan dengan kapital lainnya maka, sudah dipastikan akan tersingkir dari persaingan pasar.

 Mau tidak mau, suka tidak suka para kapitalis harus selalu bersaing dengan para pesaingnya di pasar nasional atau merambah pada pasar transnasional. Lalu bagaimana jika tidak ada saingan? Masih mengutip buku karya Fred Magdoff dan John Bellamy Foster, jika sebuah perusahaan kapitalisme tidak lagi mempunyai saingan, setidaknya mereka akan membuat saingan sendiri baik itu dengan menciptakan produk untuk bersaing dengan produk yang sudah diproduksi lebih dulu, atau melakukan pembelian kapitalis-kapitalis yang lebih kecil yang telah kalah dalam persaingan pasar. Sebagai contohnya adalah salah satu perusahaan rokok akan memproduksi rokok yang sama (secara bahannya) hanya saja diberikan merk yang berbeda.

Tujuannya apa? Jelas untuk menciptakan persaingan meskipun persaingan itu sebenarnya hanyalah kompetisi jenis produk yang sama-sama diproduksi di pabrik yang sama. Sebab, kapitalisme tidak menghendaki stagnasi akumulasi modal. Terlepas dari kekurangan sistem kapitalisme yang brutal, sebab siapa yang menghalangi jalannya kapitalisme bisa tidak bisa harus disingkirkan. Dengan cara apapun dan bagaimanapun. Serta banyak sisi negatif dari kapitalisme seperti abai terhadap imbas dari akumulasi modal yang dilakukan. Atau persaingan yang tidak sehat dan tidak baik (dari perspektif hukum, sosial, dan agama) Seperti, abai terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Namun, seperti peribahasa orang jawa, sak cilik-cilike iwak teri tetep ono daging e, lan sak gedhe-gedhene lele tetep ono erine (sekecil-kecilnya ikan teri pasti ada dagingnya, dan sebesar-besar ikan lele pasti ada durinya). Maksudnya adalah setiap hal jelek pasti ada sisi postifnya, dan setiap hal baik pasti ada hal jeleknya. Itu sudah kodrati. Setelah saya timbang-timbang, ternyata kapitalisme ada sisi positif yang dapat diaplikasikan dalam hal beribadah kepada Robbul ‘alamin. Apa itu? Semangat berkompetisi dan bersaing. Bersaing dalam apa? Bila dalam konteks agama dan ibadah, sudah pasti semangat yang bisa dicontoh adalah semangat berkompetisi dalam mengakumulasi pahala.

Sebagaimana yang dijelaskan di muka, kapitalisme akan mengharuskan para kapitalisme untuk melakukan persaingan, meskipun tidak ada lagi saingannya maka ia akan membuat dirinya sendiri sebagai saingan untuk mengakumulasi modal. Semangat kapitalisme ini akan sangat bermanfaat dalam hal ibadah. Sebab, semangat persaingan dalam beribadah akan membawa seseorang pada rahmat Allah SWT di samping sebagai wujud rasa syukur. Semangat bersaing ini bisa jadi pengamalan motto fastabiq al-khairat.

Sayangnya, semangat kapitalisme yang tidak dapat diterima secara letterlijk (baca: leterlek). Seperti yang saya jelaskan di awal bahwasanya semangat berkompetisi yang ada dalam kapitalisme adalah semangat kompetisi yang awalnya meniadakan musuh-musuhnya dengan cara apapun. Baru setelah tidak ada musuh maka dia akan menciptakan musuhnya sendiri yakni dirinya sendiri. Jelas itu sangat bertolak belakang dengan maksud semangat dalam kata fastabiq al-khairat. Lalu semangat persaingan manakah yang saya maksud?

Semangat yang saya maksud adalah semangat dalam bersaing itu tadi. Bersaing dengan siapapun, kapan pun dan tak kenal kata kenyang akan rahmat dan ridho-Nya. Bukan persaingan yang sifatnya menghilangkan saingan. Sehingga kita seorang muslim tidak lantas menghalang-halangi atau bahkan menyingkirkan saingan sesama muslim karena berusaha menyaingi kita dalam hal beribadah. Di sisi lain, hal positif yang perlu dicontoh dari semangat kapitalisme adalah tetap membaranya jiwa persaingan meski tidak ada lagi saingan. Semangat yang seperti inilah yang harus dicontoh oleh umat islam meski hampir dipastikan tidak akan terjadi saat dimana tidak ada lagi saingan.


Catatan: Motivasi saya menuliskan ini bukanlah mengindikasikan saya pro dan setuju dengan sitem kapitalisme. Melainkan ini adalah buah dari perenungan saya dalam menyikapi merk baru dari perusahaan rokok terkenal di Indonesia. Sebab masih banyak dampak negatif yang (menurut penulis) lebih banyak daripada dampak positifnya dari sistem Kapitalisme ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini