Pembatasan Kegiatan Masjid: Bukan Pertentangan Agama dan Sains


Tulisan ini merupakan buah dari kegelisahan yang dirasakan oleh penulis karena terjebak dalam pusaran keabu-abuan silang pendapat di tengah masyarakat Pedukuhan penulis. Keabu-abuan silang pendapat yang dimaksud adalah tidak bertemunya persepsi dari tokoh agama dan tokoh masyarakat mengenai pembatasan kegiatan ibadah di masjid.

Di satu sisi, tokoh agama memiliki persepsi dengan adanya pelarangan kegiatan macam salat tarawih di masjid cum salat Jumat dan pembatasan kegiatan keagamaan di masjid merupakan langkah mengebiri agama. Di sisi lain, tokoh masyarakat memiliki persepsi pembatasan kegiatan yang dilakukan di masjid adalah sebuah langkah antisipatif guna mencegah penyebaran Covid-19.

 Dalam keresahan yang dialami penulis, serta berhubung ilmu yang penulis dapatkan tidaklah cukup untuk menjadi acuan dalam menentukan sikap, maka timbullah inisiatif mencari pencerahan kepada Wakil Sekretaris PW NU Jawa Tengah, Ustadz Khoirul Anwar. Singkatnya, tulisan ini sebenarnya hanya menyarikan apa yang menjadi pituah beliau.

Menyikapi apa yang telah saya gambarkan di muka, Ust. Khoirul Anwar mengatakan ihwal keluhan penulis sampaikan merupakan hal yang banyak terjadi di berbagai wilayah. Silang persepsi yang terjadi ini bukanlah suatu indikasi mempertentangkan agama dengan sains. Pembatasan kegiatan ibadah di masjid bukan hanya persoalan kesehatan atau sains saja, tapi juga persoalan agama.

Dalam nasihat yang diberikan beliau, perlu diingat bahwa di dalam agama bukan hanya berbicara pasal ibadah-ibadah rohaniah sahaja, namun pada agama juga terdapat perintah untuk menjaga diri sekaligus menjaga hak hidup—yang termasuk rohmah dari-Nya. Bisa kita bayangkan, bilamana kita terserang Covid-19 sehingga ritual ibadah keagamaan kita terbengkalai sebab jatuh sakit.

 Melihat keadaan saat ini, kita perlu bertaqlid terhadap orang yang berilmu—tenaga kesehatan dan otoritas yang ada.  “Ilmu itu menyebar sehingga, ada banyak ahli di bidang masing-masing,” tutur beliau. Sudah barang pasti jika para ahli (tenaga kesehatan) mengimbau untuk membatasi atau meniadakan kegiatan keagamaan di tempat ibadah pasti sudah ditimbang lebih besar mana mafsadat dan madlaratnya.

Luruskan Nalar

Dalam penjelasannya, Ust. Khoirul Anwar melazimkan bahwa dalam banyak pemikiran di kita masih beranggapan di tengah pandemi ini seolah yang selalu dikebiri hanya masjid atau tempat ibadah sedangkan, tempat macam bank, pasar masih beroperasi padahal di tempat seperti itu, pertemuan antara insan sangatlah random.

Beliau memaparkan, jika kita masih berpersepsi demikian maka kita perlu meluruskan nalar masing-masing.

Seharusnya, kita bernalar demikian: “Saat yang wajib atau yang berhubungan dengan akhirat saja dibatasi (bukan meniadakan ibadah) dan harus berhati-hati. Maka, sudah semestinya hal yang sama diterapkan dalam kegiatan duniawi.”

Bila di kita masih saja bersikukuh untuk melakukan kegiatan keagamaan bak tidak terjadi apa-apa serta tidak memedulikan imbauan para ahli, maka ini bisa menjadi indikasi bahwa beragama kita masih sebatas simbol.

Maksudnya, kita masih menganggap beragama itu adalah kegiatan-kegiatan nampak seperti shalat harus di masjid, harus pakai toa. Tapi kita lupa bahwa menjaga diri yang tak lain adalah buah dari kemurahan-Nya juga termasuk dalam kategori beragama.

Memaksimalkan Mashlahat

Lantas bagaimana bila kegiatan di masjid ditiadakan sama sekali? Khawatirnya, para lansia yang biasanya sholat dengan cara rubuh-rubuh gedhang sebagai makmum di masjid malah tidak bisa menjalankan sholat tarawih di rumah imbasnya mereka tidak menjalankan tarawih sama sekali.

Menurut Ust. Khoirul Anwar, bila demikian adanya maka, bisa-bisa saja jika kegiatan keagamaan seperti salat tarawih di masjid dibolehkan dengan catatan menaati protokoler yang telah dibuat sedemikian rupa sehingga kaum muslimin bisa meminimalisir kemungkinan terjangkiti Covid-19.

Selain protokoler yang telah dibuat otoritas yang ada, menurut beliau pengurus masjid harus bisa memastikan orang-orang yang berjamaah di masjid jejak perjalanannya bisa terkontrol (tidak keluar-keluar kota), dan benar-benar tidak kemasukan orang dari luar daerah serta pembatasan jumlah orang yang dapat ke masjid.

Bila mana hal yang menjadi prasyarat melaksanakan tarawih di masjid dapat terjamin dengan demikian tidak ada salahnya tarawih dilaksanakan.

Memang keadaan yang tidak mengenakkan ini emang telah memberikan efek domino kepada semua ranah kehidupan. Saat kita kembali melaksanakan tarawih ada kegusaran akibat kekhawatiran terjadi penyebaran Covid-19. Bila tidak, banyak lansia yang tidak dapat melaksanakan tarawih.

Semua ada mashlahat dan mafsadatnya masing-masing. Bila dihadapkan pada kenyataan ganda yang demikian, perlu sekali kita menggunakan ilmu dalam kaidah fiqih bahwa yang harus dimenangkan adalah hal yang memiliki manfaat terbesar—gampangnya, memaksimalkan mashlahat.

Dalam penjelasan beliau, yang perlu dihindari adalah pemahaman konservatif seperti, otoritas terkait terlalu represif terhadap kegiatan keagamaan—pokok e wis ora oleh blas. Atau di pihak tokoh agama memaksakan kegiatan keagamaan dilakukan di masjid tanpa menggunakan protokol kesehatan yang ada—inilah hal yang perlu kita tangkal dan tolak.

Pada intinya, perlu diadakannya momen untuk duduk bersama tanpa ada represi satu sama lain antara tokoh agama dengan otoritas terkait dalam menentukan peraturan. Dalam prosesnya, keduanya harus benar-benar menimbang mashlahat umat, dan mengacu pada realita kompleks di dalam masyarakat. Sehingga, kebijakan tingkat desa satu dengan lainnya bisa saja berbeda. Dari penyelesaian dengan duduk bersama ini juga akan menyedikitkan kemungkinan terjadinya konflik.

“Saat ini, kita selaku orang yang berakal dan beragama harus mempercayai bahwa Covid-19 itu benar-benar ada. Langkah yang harus kita lakukan adalah bertaqlid kepada para pakar dan tenaga kesehatan, seperti halnya kita bertaqlid pada Ulama,” pesan Ust. Khoirul Anwar (08/05/20).

“Hak kebebasan agama akan timbul tatkala hak untuk hidup dan terhindar dari penyakit benar-benar terjamin,” sebagai wawasan yang harus kita ugemi bersama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini